Api Suci di Vihara Amitabha, Puncak Haru Ritual Ulambana

oleh -76 Dilihat
oleh
Suasana haru menyelimuti puncak ritual Ulambana di Vihara Amitabha Graha, ditutup dengan prosesi pembakaran kapal sebagai simbol perjalanan arwah leluhur, Sabtu (20/9/2025). Foto: Istimewa

Palembang, LintangPos.com – Suasana hening bercampur haru terasa di halaman Vihara Amitabha Graha, Jalan Taman Kenten, Sabtu (20/9/2025) malam.

Ratusan umat Buddha berkumpul dalam suasana penuh kekhidmatan, mengikuti puncak ritual Ulambana, sebuah tradisi sakral untuk menghantarkan arwah leluhur menuju alam kelahiran kembali yang lebih damai.

Di bawah cahaya lilin dan lantunan doa para bhiksu, malam itu ditutup dengan prosesi pembakaran replika kapal, rumah, dan Tai Se atau Popokon, simbol raja setan.

Api yang menjulang dipercaya sebagai jalan pulang bagi para leluhur, membawa mereka ke tempat penuh kebahagiaan.

Mengundang Arwah dengan Doa dan Persembahan

Ritual Ulambana tahun ini berlangsung dua hari, dimulai sejak Jumat (19/9/2025).

BACA JUGA: PWNU Sumsel Gelar Gebyar Maulid dan Aksi Sosial di Talang Kelapa

Ketua Vihara, Halim Susanto, menjelaskan bahwa di hari pertama umat mengundang roh leluhur dan kerabat yang telah tiada.

Berbagai persembahan berupa makanan, buah, serta aneka sajian yang berasal dari donasi keluarga dipanjatkan doa oleh bhiksu.

Nama-nama arwah kemudian dituliskan dan dimasukkan ke dalam replika kapal.

“Kapal itu ibarat kendaraan yang mengantarkan arwah pulang. Setelah didoakan, mereka menaiki kapal untuk kembali ke alamnya masing-masing,” tutur Halim.

Puncak Ritual: Api Membawa Harapan

Malam puncak menjadi momen yang paling sakral. Replika kapal, rumah, dan Popokon dibakar di halaman belakang vihara.

BACA JUGA: Gubernur Sumsel Herman Deru Hadiri Maulid Nabi di Musholla Al-Huda

Api yang berkobar dipercaya sebagai perantara agar arwah dapat lahir kembali di alam bahagia.

“Selain mengantarkan arwah, pembakaran kapal juga menjadi penutup rangkaian sembahyang Ulambana. Simbol raja setan ikut dibakar, melambangkan pelepasan dan pembersihan,” tambah Halim.

Makna Filosofis dari Ulambana

Tradisi Ulambana berakar pada kisah seorang murid Buddha Gautama yang berusaha menolong ibunya dari alam rendah.

Meski berbagai cara dilakukan, ia tetap gagal hingga akhirnya mendapat petunjuk dari Sang Buddha.

Dari kisah itu lahir ajaran bahwa bakti seorang anak kepada orangtua tidak cukup hanya dengan doa pribadi, melainkan harus melalui kebajikan berupa derma kepada sangha atau komunitas bhiksu.

BACA JUGA: Nazwal Ardani Resmi Dilantik sebagai Kepala Kemenag Empat Lawang

Kebajikan inilah yang dipercaya mampu menolong leluhur agar terangkat ke alam yang lebih baik.

“Tradisi ini diwariskan turun-temurun, menjadi wujud bakti dan cinta kasih kepada orangtua serta leluhur. Hingga kini, umat Buddha tetap menjaga ritual ini sebagai bentuk penghormatan dan doa bagi mereka yang telah tiada,” pungkas Halim dengan penuh makna. (*/red)