Kasus Korupsi LRT Sumsel, Eks Dirjen Kemenhub Prasetyo Boeditjahjono Dilimpahkan ke Pengadilan, Diduga Terima Rp18 Miliar

oleh -12 Dilihat
oleh
Kasus korupsi proyek LRT Sumsel yang menyeret nama eks Dirjen Perkeretaapian Kemenhub RI, Prasetyo Boeditjahjono, kini memasuki tahap persidangan. Jaksa Kejari Palembang telah melimpahkan berkas ke PN Palembang, dengan dugaan Prasetyo menerima aliran dana hingga Rp18 miliar dari proyek strategis nasional tersebut, Selasa (14/10/2025). Foto: Istimewa

Ringkasan Berita:
° Kasus dugaan korupsi proyek Light Rail Transit (LRT) Sumatera Selatan memasuki babak baru.

° Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Palembang resmi melimpahkan berkas perkara eks Dirjen Perkeretaapian Kemenhub RI, Prasetyo Boeditjahjono, ke Pengadilan Tipikor Palembang.

° Prasetyo diduga menerima setoran hingga Rp18 miliar dari proyek LRT Palembang melalui sejumlah pejabat PT Waskita Karya dan vendor proyek.


Palembang, LintangPos.com — Kasus dugaan korupsi proyek Light Rail Transit (LRT) Sumatera Selatan yang menyeret nama eks Direktur Jenderal (Dirjen) Perkeretaapian Kementerian Perhubungan RI, Prasetyo Boeditjahjono, resmi memasuki babak baru.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Palembang pada Selasa (14/10/2025) melimpahkan berkas fisik perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Palembang.

Pelimpahan dilakukan langsung oleh tim JPU melalui Kasubsi Penuntutan Pidsus Syaran Jafidzhan SH MH, dan diterima oleh petugas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) PN Palembang.

“Pelimpahan berkas fisik ini merupakan tindak lanjut dari pelimpahan elektronik melalui sistem e-Berpadu. Berkas sudah lengkap dan kini tinggal menunggu penetapan jadwal sidang perdana,” ujar Syaran Jafidzhan usai proses pelimpahan.

Proses ini menjadi tahapan akhir sebelum majelis hakim menetapkan jadwal sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan.

Dengan begitu, perkara yang sempat menjadi sorotan publik ini segera bergulir di meja hijau.

BACA JUGA: Lima Kepala Desa dan Lurah Raih Peacemaker Justice Award, Sumsel Jadi Pelopor Desa Berkeadilan

Diduga Terima Setoran Rp18 Miliar

Dalam berkas dakwaan, Prasetyo Boeditjahjono disebut menjabat sebagai Dirjen Perkeretaapian sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada Satuan Kerja Pengembangan, Peningkatan, dan Perawatan Prasarana Perkeretaapian Kemenhub RI periode Mei 2016 hingga Juli 2017.

Dalam kapasitasnya itu, Prasetyo diduga berperan dalam pengaturan penunjukan vendor proyek secara tidak semestinya.

Ia meminta agar PT Waskita Karya (Persero) Tbk, selaku pelaksana proyek, menunjuk PT Perentjana Djaja sebagai vendor perencana proyek LRT Sumsel.

Namun, pekerjaan perencanaan yang dimaksud tidak pernah benar-benar dilakukan oleh perusahaan tersebut.

Dari hasil penyidikan, diketahui ada aliran dana hingga Rp18 miliar yang diduga diterima Prasetyo dari sejumlah pejabat PT Waskita Karya, yakni Tukijo, Ignatius Joko Herwanto, dan Septiawan Andri Purwanto.

BACA JUGA: Yopi Karim Soroti Tingginya Angka Perceraian di Lubuk Linggau

Akar Kasus dari Proyek Strategis Nasional

Kasus ini bermula dari terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 116 Tahun 2015 tentang percepatan pembangunan LRT di Palembang.

Dalam pelaksanaannya, Muhammad Choliq, selaku Direktur Utama PT Waskita Karya kala itu, memerintahkan bawahannya untuk menyiapkan dana proyek dan menyerahkannya kepada Prasetyo Boeditjahjono.

Nama-nama seperti Tukijo, Ignatius Joko Herwanto, Septiawan Andri Purwanto, serta Bambang Hariadi Wikanta dari PT Perentjana Djaja telah lebih dulu divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Palembang pada 6 Mei 2025.

Tiga di antaranya telah berkekuatan hukum tetap, sementara Bambang masih menempuh kasasi.

Dengan dilimpahkannya berkas Prasetyo ke PN Palembang, daftar pihak yang terseret dalam skandal korupsi proyek kebanggaan Sumsel ini kian lengkap.

BACA JUGA: 47 Personel Kodim 0406/Lubuk Linggau Naik Pangkat, Dandim: Ini Penghargaan atas Pengabdian!

Kini publik menanti langkah majelis hakim Tipikor Palembang dalam menjadwalkan sidang perdana yang akan menentukan arah kelanjutan kasus berprofil tinggi tersebut. (*/red)