Efisiensi Anggaran Pusat Bikin Hotel dan Restoran Sumsel Tertekan

oleh -50 Dilihat
oleh
Kota Palembang, Sumatera Selatan. Foto: Istimewa

Palembang, LintangPos.com – Dunia usaha hotel dan restoran di Sumatera Selatan (Sumsel) tengah menghadapi tekanan berat akibat kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah pusat sejak awal 2025.

Kebijakan ini mengakibatkan tingkat okupansi hotel menurun drastis, sekaligus memaksa pengusaha melakukan pengurangan karyawan.

Sekretaris Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sumsel, John Johan Tisera, mengungkapkan kondisi ini berpotensi lebih buruk jika kebijakan efisiensi terus berlanjut hingga tahun depan.

“Kekuatan finansial pengusaha berbeda-beda. Ada yang bisa bertahan setahun, ada dua tahun. Tapi kalau kebijakan ini berlanjut, efek dominonya akan sangat serius,” ujar John kepada wartawan di Palembang, Selasa (3/6/2025).

Sebelum efisiensi anggaran, rata-rata okupansi hotel di Sumsel mencapai 90 persen, di mana 60 persen di antaranya berasal dari kegiatan pemerintahan.

Namun sejak awal 2025, angka itu turun drastis menjadi hanya 55–60 persen, mayoritas diisi wisatawan lokal.

BACA JUGA: Kejati Sumsel Dukung Penguatan Tata Kelola BPD untuk Cegah Korupsi

BACA JUGA: Preventif Sejak Dini, Feby HD Dorong Pembentukan KJS di Sekolah

“Sekarang kegiatan pemerintahan di hotel bukan berhenti sama sekali, tapi jauh berkurang. Bahkan, durasi kegiatan yang biasanya tiga hari, kini hanya sehari,” kata John.

Kondisi tersebut memaksa pengusaha mengurangi jumlah karyawan. Rasio tenaga kerja hotel yang pernah 1:1 sebelum pandemi, kini merosot menjadi 1:0,4.

Artinya, rata-rata 10 karyawan per hotel terpaksa terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Tak hanya itu, penurunan kegiatan pemerintahan juga berimbas pada suplai bahan makanan untuk restoran hotel.

Pedagang dan petani lokal ikut terdampak karena permintaan menurun.

Di luar hotel, restoran dan kafe juga terkena imbas dari lesunya ekonomi.

BACA JUGA: Update Kasus OTT Forum Kades di Lahat: Masuk Tahap II

BACA JUGA: Bafana Bafana Dekati Piala Dunia 2026, Nigeria Masih Waswas

Masyarakat yang sebelumnya bisa nongkrong empat hingga lima kali sepekan, kini hanya sekali setiap akhir pekan.

Untuk memperpanjang napas usaha, pengusaha mulai menggarap pasar baru lewat kegiatan MICE (meeting, incentive, convention, and exhibition) yang menyasar konsumen umum.

Namun John menegaskan, langkah itu belum cukup tanpa dukungan nyata dari pemerintah.

“Kami tetap butuh komitmen dari pemerintah agar usaha bisa bertahan,” ujarnya.

Gubernur Sumsel Herman Deru telah menyatakan dukungan dengan menggandeng Asita Sumsel dan maskapai Air Asia untuk membuka kembali rute internasional Palembang–Kuala Lumpur.

Langkah ini diharapkan mampu meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara.

BACA JUGA: Ojol Palembang Tebar Mawar di Markas Korem 044/Gapo

BACA JUGA: Feby Deru Dukung HIPMI Womenpreneur, Tekankan Sinergi dengan UMKM Sumsel

Sementara itu, Wali Kota Palembang Ratu Dewa berkomitmen membenahi tata kelola wisata, khususnya soal keamanan dan kebersihan di Jembatan Ampera, Benteng Kuto Besak (BKB), dan Taman Kambang Iwak.

Namun PHRI Sumsel menilai Pemkot perlu lebih tegas, termasuk memberi sanksi bagi pelanggar kebersihan agar memberi efek jera.

PHRI Sumsel berharap pemerintah pusat meninjau ulang kebijakan efisiensi anggaran yang dinilai terlalu memberatkan dunia usaha.

“Kalau kebijakan ini terus diperpanjang tanpa mempertimbangkan dampaknya, usaha hotel dan restoran bisa gulung tikar,” tegas John.

Sektor pariwisata, lanjutnya, bisa menjadi kunci pemulihan ekonomi daerah.

Namun tanpa dukungan kebijakan yang berpihak, upaya itu sulit diwujudkan. (*/red)

No More Posts Available.

No more pages to load.