Ringkasan Berita:
° Majelis Hakim PN Tipikor Palembang menolak eksepsi dua terdakwa kasus korupsi dana BPPD PMI Kota Palembang 2020–2023, yakni mantan Ketua PMI Fitrianti Agustinda dan mantan Kabag UTD Dedi Sipriyanto.
° Sidang akan berlanjut ke tahap pembuktian dengan menghadirkan 99 saksi. Keduanya diduga menggunakan dana PMI untuk kepentingan pribadi, menyebabkan kerugian negara Rp4,09 miliar.
Palembang, LintangPos.com – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang menolak seluruh eksepsi atau keberatan yang diajukan tim penasihat hukum dua terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan Biaya Pengganti Pengolahan Darah (BPPD) Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Palembang tahun anggaran 2020–2023.
Dua terdakwa tersebut adalah Fitrianti Agustinda, mantan Ketua PMI Kota Palembang, dan Dedi Sipriyanto, mantan Kepala Bagian Administrasi dan Umum Unit Transfusi Darah (UTD) PMI Palembang.
Dalam sidang yang digelar di ruang PN Tipikor Palembang pada Selasa (21/10/2025), Ketua Majelis Hakim Masrianti SH MH menyatakan eksepsi kedua terdakwa tidak dapat diterima dan memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melanjutkan sidang ke tahap pembuktian.
“Menyatakan eksepsi terdakwa tidak diterima dan memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan pokok perkara,” ujar Hakim Masrianti saat membacakan amar putusan sela.
Usai pembacaan putusan sela, majelis hakim menanyakan jumlah saksi yang akan dihadirkan.
JPU menyebut ada 99 orang saksi yang tercantum dalam berkas perkara dan surat dakwaan.
BACA JUGA: Kemungkinan Ada Dua Calon Tersangka Kasus Dugaan Korupsi di PMI Lubuk Linggau
Sidang pun ditunda dan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
Diduga Gunakan Dana untuk Kepentingan Pribadi
Dalam dakwaan JPU, dana BPPD PMI Palembang yang seharusnya digunakan untuk operasional justru diduga dipakai untuk kepentingan pribadi kedua terdakwa.
Pada tahun 2020, Fitrianti diduga membeli mobil Toyota Hi-Ace secara kredit menggunakan dana PMI dengan uang muka Rp115,9 juta dan cicilan Rp22,48 juta per bulan, lunas pada Maret 2022.
Tidak berhenti di situ, pada tahun 2023, Fitrianti kembali membeli Toyota Hilux dengan uang muka Rp107 juta dan cicilan Rp14,9 juta per bulan hingga total pembayaran mencapai Rp321,8 juta, seluruhnya diduga dibayar menggunakan dana PMI.
Kedua kendaraan itu tidak pernah tercatat sebagai aset resmi UTD PMI Palembang. Selain itu, JPU juga menemukan pengeluaran lain seperti pembelian papan bunga, publikasi, bantuan sosial, dan kebutuhan rumah tangga yang tidak sesuai dengan ketentuan penggunaan dana organisasi.
Kerugian Negara Capai Rp4,09 Miliar
Berdasarkan hasil audit BPKP Sumatera Selatan, UTD PMI Palembang menerima dana sebesar Rp83,77 miliar selama periode 2020–2023.
Namun, pengelolaan dana itu diduga tidak transparan dan menimbulkan kerugian negara sekitar Rp4,09 miliar.
Atas perbuatannya, kedua terdakwa dijerat dengan:
- Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 dan Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
- jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sidang selanjutnya akan menjadi babak penting dalam pembuktian dugaan penyalahgunaan dana kemanusiaan yang seharusnya digunakan untuk membantu masyarakat. (*/red)






