Ringkasan Berita:
° Jaksa Penuntut Umum Kejari Palembang mendakwa Hadi Syaputra, pemilik toko kelontong di Ogan Komering Ilir, karena menjual obat-obatan keras tanpa izin resmi.
° Dalam sidang di PN Palembang, JPU mengungkap temuan 295 jenis obat daftar G yang dijual di tokonya tanpa pengawasan farmasi.
° Kasus ini terbongkar setelah inspeksi gabungan BBPOM, Polda Sumsel, dan Satpol PP menemukan ribuan strip obat keras.
Palembang, LintangPos.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Palembang, Dwi Indayati, SH, membacakan surat dakwaan terhadap terdakwa Hadi Syaputra bin Lukman dalam perkara tindak pidana kesehatan, Kamis (16/10/2025).
Sidang berlangsung secara daring di Pengadilan Negeri (PN) Palembang dengan Ketua Majelis Hakim Agus Rahardjo, SH, MH.
Dalam dakwaannya, JPU menyebut Hadi Syaputra, pemilik Toko Kelontong ADE ADI di Desa Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), sejak tahun 2020 menjalankan praktik kefarmasian tanpa keahlian dan izin usaha resmi.
Selain menjual kebutuhan sehari-hari, toko milik terdakwa juga memperjualbelikan berbagai jenis obat keras daftar G yang seharusnya hanya boleh dijual di apotek berizin.
Hadi diketahui memperoleh obat-obatan tersebut dari Apotek AYAH di Palembang menggunakan Surat Tanda Registrasi (STR) milik istrinya, Ade, meski sadar toko kelontongnya tidak memiliki izin kefarmasian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kesehatan.
Kasus ini terbongkar pada Selasa, 29 Juli 2025, sekitar pukul 09.40 WIB, saat tim gabungan dari Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Palembang, Polda Sumatera Selatan, dan Satpol PP Provinsi Sumsel melakukan inspeksi ke toko ADE ADI.
BACA JUGA: Pele Pernah Tak Anggap Steven Gerrard Pemain Kelas Dunia, Tapi Ucapannya Justru Berbalik
Dalam pemeriksaan yang dipimpin Bella Rianti Febbyola, SH, bersama Ferdinand, S.Sos., dan Dedi Gunawan, S.Kom., tim menemukan sedikitnya 295 jenis obat keras daftar G yang dijual tanpa izin.
Di antaranya terdapat obat seperti Ilphil 500, Inflason Prednisone, Fenamin 500, Artimatic Piroxicam 20 mg, Trifacort 5 mg, Amoxicillin Trihydrate, Dexicorta Dexamethasone, dan Cataflam 50 mg. Totalnya mencapai ribuan strip, botol, dan blister berbagai merek dan dosis.
Atas perbuatannya, terdakwa didakwa melanggar Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan serta Pasal 436 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
JPU menegaskan, tindakan terdakwa sangat berbahaya karena penjualan obat keras tanpa pengawasan tenaga farmasi dapat menimbulkan penyalahgunaan, overdosis, hingga efek samping serius bagi masyarakat.
Sidang perkara ini akan kembali dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi dari pihak BBPOM dan kepolisian dalam waktu dekat. (*/red)








