Ringkasan Berita:
° Sidang kasus dugaan pungutan liar (pungli) Forum Kepala Desa Kecamatan Pagar Gunung, Kabupaten Lahat, di Pengadilan Tipikor Palembang mengungkap praktik pemberian uang “upeti” kepada oknum aparat penegak hukum (APH).
° Fakta ini terungkap dari keterangan sejumlah saksi yang menyebut para kepala desa diwajibkan membayar iuran Rp7 juta per tahun, sebagian digunakan untuk kegiatan forum dan sebagian lagi untuk “uang silaturahmi” kepada APH.
° Dua terdakwa, Nahudin dan Jonidi Suhri, kini dijerat pasal korupsi karena diduga memaksa kepala desa membayar tanpa dasar hukum.
Palembang, LintangPos.com — Fakta mengejutkan kembali muncul dalam persidangan kasus dugaan korupsi pungutan liar (pungli) Forum Kepala Desa (Kades) Kecamatan Pagar Gunung, Kabupaten Lahat.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, Rabu (15/10/2025), sejumlah saksi membongkar praktik pemberian uang “upeti” kepada oknum Aparat Penegak Hukum (APH), yang disebut sudah menjadi kebiasaan di lingkungan forum tersebut.
Kasus ini menjerat dua terdakwa utama, yakni Nahudin, Ketua Forum Kades, dan Jonidi Suhri, Bendahara Forum Kades Kecamatan Pagar Gunung.
Keduanya didakwa melakukan pungutan terhadap para kepala desa di bawah naungannya dengan dalih sumbangan kas forum.
Namun, fakta di persidangan menunjukkan adanya unsur pemaksaan dan penggunaan dana di luar peruntukan.
Saksi Deka, salah satu anggota forum, mengungkap bahwa setiap kepala desa diwajibkan membayar iuran sebesar Rp7 juta per tahun.
Menurutnya, kesepakatan itu dibuat dalam beberapa pertemuan yang digelar di kantor kecamatan maupun di rumah ketua forum.
“Kesepakatan itu memang dibuat bersama, tapi praktiknya banyak kades merasa terpaksa karena harus membayar menggunakan uang pribadi,” ujar Deka di hadapan majelis hakim yang diketuai Sangkot Lumban Tobing, SH, MH.
Saat hakim menanyakan tujuan penggunaan dana, Deka menjelaskan bahwa iuran digunakan untuk kebutuhan forum, seperti konsumsi rapat, bantuan sosial, hingga memberikan “uang silaturahmi” kepada oknum APH.
Praktik tersebut disebut sudah berjalan sejak tahun 2022 hingga berakhir dengan operasi tangkap tangan (OTT) pada pertengahan 2025.
Saksi lainnya, Ujang Surya, juga menegaskan bahwa besaran “upeti” kepada APH ditentukan berdasarkan kesepakatan internal forum.
“Biasanya diberikan sekitar Rp1,5 juta per APH, tapi yang sekarang belum sempat diserahkan karena dana belum terkumpul semua,” jelas Ujang.
BACA JUGA: PT Antareja Mahada Makmur Garap Tambang Batu Bara Dizamatra Powerindo di Lahat
Lebih lanjut, saksi Pratama menyebut nama seorang oknum Polsek Pulau, Marliansyah, yang diduga menerima uang sebesar Rp5 juta dari hasil iuran forum.
Dana itu disebut digunakan untuk menyelesaikan permasalahan salah satu kepala desa yang berselisih dengan aparat kepolisian dan Koramil setempat.
Dari hasil penyidikan, terungkap bahwa pungutan dilakukan dengan alasan kegiatan sosial, pembiayaan forum, serta silaturahmi dengan instansi pemerintah.
Namun, praktiknya mengarah pada pungli karena dana dikumpulkan tanpa dasar hukum dan bersifat wajib bagi setiap kepala desa.
Dalam tahap awal, para kades bahkan sudah diminta menyetor Rp3,5 juta secara tunai kepada bendahara forum.
Uang hasil pungutan itu kemudian diamankan penyidik saat OTT berlangsung.
BACA JUGA: ADD di Kabupaten Lahat Berkurang hingga Rp100 Juta, Desa Kaget Hadapi Penyesuaian APBDes 2025
Jaksa menilai, tindakan kedua terdakwa tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga mencoreng integritas kepala desa sebagai pemimpin di tingkat akar rumput.
Atas perbuatannya, Nahudin dan Jonidi dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, atau secara alternatif Pasal 11 UU yang sama.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan terdakwa. (*/red)






