Play Airlines dan Braathens Bangkrut, Penumpang Terlantar!

oleh -5 Dilihat
Play Airlines dan Braathens Aviation resmi tutup akibat kebangkrutan, meninggalkan penumpang terlantar di Eropa dan Amerika. Tahun 2025 menjadi tahun suram bagi industri maskapai murah dunia. Foto: Istimewa

Ringkasan Berita:
° Dunia penerbangan kembali diguncang.

° Setelah Play Airlines dan Braathens Aviation resmi bangkrut, ribuan penumpang di berbagai negara terlantar tanpa kepastian penerbangan.

° Gelombang kebangkrutan maskapai murah tahun 2025 semakin meluas, menandai krisis serius di sektor penerbangan global.


Jakarta, LintangPos.com – Dunia penerbangan global tengah menghadapi masa kelam.

Setelah sejumlah maskapai murah gulung tikar sepanjang tahun ini, dua nama besar kembali tumbang: Play Airlines dan Braathens Aviation.

Kedua maskapai tersebut secara tiba-tiba menghentikan seluruh operasinya pada September 2025, meninggalkan ribuan penumpang tanpa kepastian perjalanan.

Play Airlines, yang berbasis di Reykjavik, Islandia, awalnya mengumumkan penghentian seluruh penerbangan ke Amerika Serikat sejak Juni lalu.

Kini, maskapai itu secara resmi menyatakan kebangkrutan dan menghentikan seluruh penerbangan internasional.

Banyak penumpang yang telah membeli tiket harus mencari cara lain untuk kembali ke negara asal mereka.

BACA JUGA: Lombok Raih Predikat Pulau Terbaik Kedua di Asia, Geser Sri Lanka dan Filipina

Sementara itu, Braathens Aviation, maskapai asal Skandinavia, juga mengalami nasib serupa.

Tanpa peringatan, seluruh penerbangan dibatalkan mendadak.

Beberapa maskapai memang berupaya membantu penumpang yang terdampak, namun sebagian besar tetap terlantar tanpa kompensasi.

Kebangkrutan dua maskapai ini menambah panjang daftar maskapai murah yang kolaps sepanjang 2025.

Sebelumnya, Ravn Alaska, Air Belgium, dan SKS Airways sudah lebih dulu menutup seluruh operasi mereka.

Bahkan nama besar seperti WizzAir dan Qantas Airways ikut memangkas rute penerbangan ke sejumlah negara di Asia.

BACA JUGA: Pantai Nembrala, Surga Ombak dan Rumput Laut dari Ujung Rote Ndao

Industri penerbangan global kini tengah berjuang menghadapi tekanan keuangan akibat kenaikan biaya operasional, turunnya permintaan, dan kompetisi ketat antar maskapai murah.

Dampaknya, penumpang kehilangan banyak opsi penerbangan hemat, khususnya di jalur Eropa–Amerika dan Asia.

Situasi ini juga menimbulkan kekhawatiran baru di Amerika Serikat, di mana Spirit Airlines, salah satu maskapai murah terbesar di negeri itu, dilaporkan tengah menghadapi krisis serupa.

Meski telah menerima suntikan dana sebesar 475 juta dolar AS untuk menjaga kelangsungan operasinya, Spirit tetap membatalkan pesanan sejumlah pesawat Airbus dalam rangka restrukturisasi keuangan.

Menambah daftar kabar buruk, Verijet, maskapai jet pribadi yang dikenal ramah lingkungan, mengumumkan akan menutup seluruh operasinya pada akhir Oktober 2025.

Maskapai yang mengklaim sepenuhnya netral karbon ini mengalami kerugian besar setelah kematian CEO-nya, Richard Kane, pada September lalu.

BACA JUGA: Pantai Napae, Permata Tersembunyi Desa Mebba yang Siap Jadi Andalan Wisata Bahari NTT

Dengan beban utang mencapai 38,7 juta dolar AS, Verijet resmi mengajukan kebangkrutan Bab 7 di Amerika.

Krisis maskapai ini mencerminkan betapa rapuhnya industri penerbangan murah pasca-pandemi.

Tekanan biaya bahan bakar, fluktuasi ekonomi global, dan ketergantungan pada harga tiket rendah membuat banyak maskapai sulit bertahan.

Kini, baik pelancong bisnis maupun wisatawan diminta lebih berhati-hati dalam memilih maskapai, memastikan perlindungan tiket dan asuransi perjalanan yang memadai agar tidak menjadi korban berikutnya dari badai kebangkrutan industri penerbangan. (*/red)

No More Posts Available.

No more pages to load.